Hukum Aqiqah Anak Digabung Dengan Qurban

Blog Khusus Doa - Seperti yang kita ketahui bahwa ibadah yang sama-sama menyembelih binatang yaitu akikah dan kurban. Hukum dari akikah dan kurban yaitu sunah muakkad yakni sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Adapun untuk waktu pelaksanaan akikah pada hari ketujuh, ke-14 dan ke-21 kelahiran anak sedangkan pelaksanaan kurban yaitu pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik.

Lantas, bila waktu akikah dan kurban bertepatan, apakah boleh pelaksanaannya sekaligus saja? Artinya, ada satu amalan dilakukan dengan dua niat, yaitu niat berkurban dan niat berakikah. Permasalahan juga timbul bagi mereka yang telah cukup umur dan belum sempat diakikahkan oleh orang tuanya. Jika ia memiliki kesanggupan, manakah yang lebih utama baginya, berkurban atau mengakikahkan dirinya terlebih dahulu? Atau, bisakah kedua-duanya digabung terealisasi sekaligus?


Tentang permasalahan ini, ada perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengatakan, bila waktu kurban bertepatan dengan waktu akikah, cukup melaksanakan satu jenis sembelihan saja, yaitu akikah. Pendapat ini diyakini Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain, ibarat Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.

Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban tersebut bisa jadi satu dengan akikah.” Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan, “Tetap dianggap sah bila kurban digabungkan dengan akikah,” demikian ibarat diterangkan dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah.

Mereka berdalil, beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah lainnya ibarat dalam perkara kurban bisa mencukupi akikah atau sebaliknya. Sebagaimana seorang yang menyembelih dam saat menunaikan haji tamattu’. Sembelihan tersebut ia niatkan juga untuk kurban, maka ia mendapat pahala dam dan pahala kurban. Demikian juga shalat Id yang jatuh pada hari Jumat, maka diperbolehkan tidak mengikuti shalat Jumat lantaran sudah menunaikan shalat Id pada paginya.

Sedangkan pendapat dari Imam Syafi’i (Mazhab Syafi’i), Imam Malik (Mazhab Maliki), dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyampaikan dihentikan digabung. Alasannya, lantaran keduanya memiliki tujuan yang berbeda dan alasannya yaitu yang berbeda pula. Misalkan, dalam perkara pembayaran dam pada haji tamattu’ dan fidyah. Keduanya tidak bisa saling mencukupi dan harus dilaksanakan terpisah.

Masalah ini menyimpulkan, tidak seluruh jenis ibadah yang bisa digabung pelaksanaannya dalam dua niat sekaligus. Kurban dan akikah masuk dalam kategori ini. Tujuan kurban yaitu tebusan untuk diri sendiri, sedangkan akikah yaitu tebusan untuk anak yang lahir. Jika keduanya digabung, tujuannya tentu akan menjadi tidak jelas.

Ini ditegaskan dalam Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah yang menyebutkan, “Akikah dilaksanakan untuk mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, sedangkan kurban mensyukuri nikmat hidup dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha).”

Bahkan, salah seorang ulama Syafi’iyah, al- Haitami, menegaskan, seandainya seseorang berniat satu kambing untuk kurban dan akikah sekaligus, keduanya sama-sama tidak dianggap. “Inilah yang lebih sempurna lantaran maksud dari kurban dan akikah itu berbeda,” tulis Al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj.

Pandangan ulama yang lebih besar lengan berkuasa dalam dua perbedaan pendapat ini yaitu pendapat yang tidak membolehkan untuk menggabung pelaksanaan akikah dan kurban. Terkecuali, waktu akikah pada hari ke-7, ke-14, atau ke-21 kelahiran anak bisa bertepatan jatuh pada hari berkurban. Maka, mereka yang tidak punya kemampuan lebih untuk menyembelih hewan, bisa meniatkan untuk dua pelaksanaan sekaligus, yaitu melaksanakan akikah sekaligus bisa pula berkurban.

Pendapat ini pernah difatwakan Syekh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin. Dalam Majmu’ Fatawa wa Rosail Al Utsaimin dijelaskan, mereka yang punya kecukupan rezeki dan ada dalam posisi ini, maka hendaklah menyembelih dua ekor kambing bila anaknya laki-laki. Hal itu disebabkan wajibnya akikah untuk anak pria memang menyembelih dua ekor kambing.

Adapun mereka yang telah mencapai usia dewasa, sementara belum diakikahkan orang tuanya, maka tidak wajib baginya mengakikahkan dirinya sendiri. Inilah pendapat ulama yang lebih besar lengan berkuasa dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali. Akikah hanya menjadi tanggung jawab orang tuanya, atau mereka yang menanggung beban nafkah atasnya. Jadi, ia bisa melaksanakan kurban dan tidak perlu lagi memikirkan akikah untuk dirinya.

Sementara, beberapa ulama dari Hanbali lainnya memang mengatakan, boleh melaksanakan akikah kapan pun. Menurut mereka, waktu menunaikan akikah tidak dibatasi (seperti pendapat yang lebih besar lengan berkuasa menyampaikan hari ke-7, ke-14, dan ke-21). Jadi, mereka yang memegang pendapat ini, saat sudah mampu, ia disukai bila ia mengakikahkan dirinya sendiri. Namun, pendapat ini lemah dan tidak dianjurkan untuk diikuti. Demikian ibarat diterangkan dalam Kitab Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu.

Adapun orang yang sudah cukup umur dan ingin mengakikahkan dirinya sendiri sekaligus menunaikan kurban, maka sikap ibarat ini dilemahkan para ulama dan tidak dianjurkan untuk diikuti.

Sumber: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/18/07/31/pcpuss313-akikah-anak-digabung-kurban-bolehkah

0 Response to "Hukum Aqiqah Anak Digabung Dengan Qurban"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel